11 Februari 2016

PENGARUH BESAR ILMU GHAIB DALAM PERSAINGAN DAGANG


Bang Madun, sebutlah begitu, memang bukan selebritis atau artis.  Tetapi namanya cukup melekat di hati para penggemar Soto Betawi.  Soto buatan Bang Madun rasanya sangat spesial.  Sekali saja mencobanya, pasti bakal ketagihan.  Tak heran kalau langganan Bang Madun bejubel tiap sore hingga warungnya tutup.  Mobil pun parkir berderet-deret di depan warung makannya yang sederhana.  Belum jam sembilan mentok, sotonya sudah ludes terjual, padahal ia baru buka setelah maghrib.
Kalau dihitung-hitung di seluruh antero Jakarta, mungkin Soto Betawinya Bang Madun yang paling tersohor.  Tapi itu dulu, sekarang tinggal kenangan.  Sejak pindah lokasi tiga bulan silam karena kontrak warung yang dulu habis, usaha Bang Madun nyaris bangkrut.  Warung sotonya benar-benar sepi. 
Tiap malam yang mampir hanya beberapa orang saja.  Itupun terbilang pembeli yang masih baru.  Langganan lama Bang Madun, yang sering menjulukinya Jagoan Soto tidak pernah nongol batang hidungnya sejak dia pindah.
Bang Madun tidak pernah habis pikir mengapa langganannya yang kalau dihitung bisa ratusan orang itu semuanya menghilang.  Padahal sebelum pindah, dia sudah berpromosi dulu kepada langganan bahwa warungnya bakal pindah.  Namanya langganan yang sudah keranjingan sotonya mestinya mereka tetap jadi pembeli setia, apalagi warung baru Bang Madun letaknya tidak terlalu jauh dari tempatnya yang lama.  Tapi kenyataanya, para langganan itu semuanya menghilang.
Bang Madun yang dulu jaya mulai dihantui kebangkrutan.  Sampai suatu ketika dia mulai menemukan penyebab semuanya itu.  Awalnya sederhana saja.  Hari itu, sekitar pukul 07.00 malam dia menelepon ke rumahnya di Pondok Cabe.  Rencananya dia segera menutup warungnya karena malam benar-benar sepi akibat sorenya hujan turun sangat lebat. Dia meminta Irwan, putra sulungnya segera menjemput dengan Corolla tuanya.  Malam itu Bang Madun memang merasa agak meriang.
Setelah menutup telepon, Irwan mengaku segera jalan menjemput ayahnya.  Namun, sampai pukul 09.00 malam Bang Madun menunggu, nyatanya Irwan tak muncul.  Bang Madun kesal, dia pulang naik taksi setelah menyuruh karyawannya menutup warung.  Begitu sampai di rumah dia berniat mendamprat Irwan.  Dan memang Irwan sedang asyik nonton tv.
“Kamu ini tega membiarkan ayah kedinginan.  Dua jam ayah menunggu kamu?” Geram Bang Madun.
Irwan berusaha menenangkan diri.  “Demi Allah, saya jemput ayah, tapi saya lihat warung ayah sudah tutup, sepi sekali.” Ujarnya.
“Tutup apaan.  Anak-anak tadi baru tutup jam sembilan,” sergah Bang Madun mengatakan yang sebenarnya.
Irwan terus bersumpah bahwa dia tiadi menjemput ayahnya, namun karena warung tutup maka dia balik pulang.  Bang Madun yang semula kesal berubah heran.  Dia tahu anak-anaknya tak mungkin berani membohonginya, sebab semuanya patuh dan rajin beribadah.  Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Ketika keheranan memuncak, Hindun, putri kedua Bang Madun yang kuliah di Asyafi’iyah muncul.  Dia turut membenarkan ucapan abangnya.  “Tadi sekitar setengah tujuh sya lewat warung ayah memang sudah tutup,” kata mahasiswi yang kuliah sore itu.
Astaga, apa yang terjadi? Bang Madun menangkap ketidakberesan.  Mungkin itu juga dilihat oleh para langganannya.  Warung sotonya tampak selalu tutup, padahal kenyataanya buka.  Pantas, mereka tak satupun ada yang mampir.

Kisah model Bang Madun pada ilustrasi tadi cukup banyak berlangsung dalam realitas sebenarnya.  Ini memang model kejahatan guna-guna paling sering digunakan dalam menjatuhkan usaha perdagangan orang lain yang tengah maju pesat.  Efek guna-guna ini dapat menimbulkan kesan nihil pada pandangan orang yang berniat akan membeli atau langganan tidak melihat keberadaan tempat jual beli tersebut.  Atau kalaupun mereka melihat di tempat itu tidak ada warung.   Yang ada hanya semacam keramaian kecil, atau bahkan keadaan yang sunyi senyap.
Mereka yang melakukan guna-guna semacam ini biasanya dengan meminta pertolongan kepada seorang dukun perewangan.  Sang dukun umumnya memberika media tertentu kepada si pemesan guna-guna.  Media tersebut paling umum berupa debu atau tanah kuburan yang harus ditaburkan di depan warung atau toko tempat berdagang orang yang akan dijahatinya.
Debu atau tanah kuburan yang telah diberi mantera tersebut nantinya merupakan alat untuk membuat para jin agar betah tinggal di tempat itu.  Mereka para jin setiap saat siap menjalankan perintah majikannya.  Salah satu tugasnya adalah mengelabuhi pandangan pembeli, sehingga yang terjadi seperti nasib yang menimpa Bang Madun pada kisah diatas.
Untuk membangkrutkan usaha dagang seseorang juga kerap digunakan kain kafan mayat orang yang mati bunuh diri.  Terutama guna-guna ini sering menimpa warung-warung makanan.  Caranya dengan menanam potongan kafan tersebut persis di depan toko atau warung.
Dengan ritual semacam ini, makanan yang dijual oleh warung tersebut akan cepat basi.  Bahkan, kalaupun toko menjual makanan yang enak, maka oleh pembeli rasanya akan berbeda sama sekali.  Karena itu pembeli kapok.  Akibatnya, perlahan-lahan toko itu akan bangkrut dengan sendirinya.
Disamping dengan cara ditanam, kain kafan juga terkadang bisa dibakar dan dicampur lemak babi.  Lalu tepung ramuan tersebut harus disebarkan di depan tempat berjualan yang jadi sasaran.
Pada umumnya, guna-guna dalam perdagangan jarang yang secara langsung mencelakakan pemiliknya.  Model kerjanya sangat pelan, namun dengan pasti menggiring ke arah pembangkrutan.  Tak heran jika banyak orang yang membuka toko atau tempat usaha selalu menaruh zimat atau ayat-ayat suci di beberapa sudut tokonya.  Cara antisipatif ini bisa jitu, tapi bisa juga tak memberi manfaat apa-apa.
Guna-guna dangang paling sering menimpa mereka yang berjualan makanan seperti restoran atau rumah makan, toko roti dan makanan kering atau bisnis-bisnis waralaba lainya.
Ada suatu pengalaman menarik ketika itu salah seorang wartawan sebuah tabloid misteri berkesempatan mengajak seorang tokoh kebatinan tingkat tinggi, bahkan dia mengaku pernah “dipakai” oleh keluarga mantan Presiden Soeharto ke salah satu restoran yang cukup terkenal di Jakarta.  Pada saat memasuki restoran itu, mendadak dia mengajak putar badan, batal makan walau perut sudah keroncongan.  Apa yang terjadi?
“Jangan sekali-kali makan di tempat ini, aku akan memperlihatkannya kepadamu,” kata sang tokoh sebelum kami keluar meninggalkan ruang makan restoran.
Setelah itu dia memberikan sorban hijau yang selalu setia bertengger di pundaknya kepada kami.  Astaga! dengan jelas kami melihat keanehan di tempat itu.  Di antara ramainya pelayan dan pembeli, tampak jelas makhluk-makhluk asing dengan tampang mengerikan.  Tanpa terlihat oleh siapapun, makhluk-makhluk menjijikkan ini menaburkan sesuatu mirip debu, atau meludahi makanan yang siap dihidangkan untuk para tamu.
“itu yang membuat pelanggan keranjingan makan di sini,” kata sang tokoh lagi menyentakkan kami dari keterpukauan.  Bisa jadi ini juga model lain dari guna-guna berdagang yang sasarannya ditujukan langsung kepada pembeli agar mereka enggan berlangganan ke tempat lain.
Ketika persaingan dagang kian meruncing dan jurus-jurus pemasaran secara umum tak bisa lagi digunakan, maka pilihan si pedagang biasanya memang akan menempuh jalan gaib.  Solusi ini sesungguhnya sudah menjadi rahasia umum di kalangan pedangang, terutama yang bermain di sektor ritel atau eceran.
Untuk membuktikan kecenderungan tersebut memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.  Tapi, bagi mereka yang memiliki ketajaman indra ke enam biasanya akan lebih mudah membuktikannya.  Coba saja masuk ke kawasan Pasar Tanah Abang, atau ke pasar tradisional seperti Jatinegara.  Dengan ketajaman indra batin, di kedua pasar tersebut akan terlihat dengan jelas bukan hanya komunitas manusia yang berada di dalamnya.  Di sana juga akan ditemukan makhluk-makhluk aneh yang menyeramkan.  Misalkan saj, ada manusia berkepala anjing, kera atau babi.  Bahkan ada juga sosok-sosok gaib yang menakutkan lainya.  Hal tersebut merupakan gambaran dari kehadiran berbagai jenis guna-guna yang dilakukan oleh para pedagang disana, guna memenangkan persaingan.
Menggunakan solusi gaib untuk melancarkan usaha, baik dagang ataupun bentuk usaha lainnya.   Sesungguhnya merupakan tindakan yang sangat sah.  Dengan catatan cara ini tidak ditempuh dengan jalan sesat, seperti memuja pesugihan atau bentuk perewangan lainnya.

Banyak cara untuk melancarkan usaha dagang.  Misalkan saja dengan melakukan ritual-ritual islami, seperti yang dipratikkan oleh para Ulama’ Sufi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.